Jumat, 24 September 2021

Forum Pembela Rakyat ( FPR ) Bantaeng,Dalam Memperingati Hari Tani Nasional Ke 61,Ini 10 Tuntutannya saat Aksi Demo

Tags


BN Online Bantaeng,--Forum Pembela Rakyat  atau disingkat dengan FPR bersama dengan Organisasi yang tergabung FPR ini yakni  Agra Bantaeng,Pembaru Bantaeng,FPM Sul - Sel ,SPMN,PMII Cabang Bantaeng,LKMB,NADA MERA,Lingkar,KPA PENA,KaPeKa dan BSF Papan Loe.Dalam aksi damai ini Ratusan pendemo mendatangi Polres Bantaeng,Kantor Bupati Bantaeng dan berakhir di DPRD Bantaeng.


Aksi demo ini untuk memperingati  Hari Tani Nasional yang ke- 61 yang jatuh pada tanggal 24 September 2021.


10 Tuntutan FPR Bantaeng dalam Peringatan Hari Tani Nasional 2021

“Jalankan Land Reform Sejati untuk Mengakhiri laten Kemiskinan dan Keterbelakangan Bangsa dan Rakyat Selamanya. Dan untuk mengakhiri Dominasi Imperialisme yang Melestarikan Sistem Kekuasaan.Setengah jajahan dan Pemerintahan Boneka yang Korup, tidak Kompeten dan Anti Rakyat, Mempermalukan, Menghina, Membodohi Bangsa dan Rakyat Indonesia”


Pernyataan di atas adalah pengantar Pernyataan Sikap Front Perjuangan Rakyat (FPR) Bantaeng dalam 

sebuah selebaran yang dibagikan oleh salah seorang massa aksi di jalan raya Andi Mannappiang, tepatnya 

di depan kantor Bupati Bantaeng saat menggelar aksi unjuk rasa memperingati Hari Tani Nasional (HTN) 23/09/2021.


Sejarah penetapan Hari Tani Nasional dimulai sejak pemerintahan presiden Sukarno dengan menerbitkan Keppres No. 169/1963. Keppres tersebut ditetapkan untuk mengenang terbitnya UU Nomor 5 tahun 1960.

tentang pokok-pokok Agraria (UUPA) yang mengamanatkan pelaksanaan reforma agraria. UU Pokok Agraria menjadi titik awal kelahiran hukum pertanahan yang baru menggantikan produk hukum agraria 

kolonial. UU Pokok Agraria mengatur pembatasan penguasaan tanah, kesempatan yang sama bagi setiap warga untuk memperoleh hak atas tanah, pengakuan hukum adat dengan prinsip menempatkan tanah untuk kesejahteraan rakyat.


FPR Sebagai Bagian dari gerakan Global People Summit (GPS) yang merupakan perlawanan rakyat global,untuk memperjuangkan kedaulatan pangan yang adil, merata, sehat dan berkelanjutan. Peringatan Hari Tani tahun 2021 juga sebagai aksi kampanye global FPR di seluruh Indonesia untuk menyikapi pertemuan tingkat tinggi United Nation-Food System Summit (UN-FSS) PBB.Selain untuk kampanye nasional dan global, FPR Bantaeng juga meng-cover isu lokal terhadap situasi,kaum tani, buruh, pemuda, nelayan perempuan, Peringatan Hari Tani Nasional, Front Perjuangan Rakyat (FPR) Bantaeng mengajukan 10 poin tuntutan sebagai berikut:



1. Mendesak Pemerintah Kabupaten Bantaeng untuk memberikan subsidi Pertanian bagi Kaum tani 

di pedesaan.

2. Menuntut Pemerintah Kabupaten Bantaeng untuk mendesak PT Huadi Nickel Alloy harus 

bertanggung jawab atas limbah Udara, limbah Padat dan Cair yang dihasil dari Pabrik pengelolaan 

Nikel yang semakin memperparah lingkungan Hidup Rakyat di sekitarnya.

3. Hentikan Segala bentuk PHK sepihak, dan beri Jaminan Hidup yang layak bagi kaum Buruh.

4. Mendesak KP3 untuk bekerja dalam mengawasi Harga Pupuk di Pengecer sesuai dengan HET.

5. Mendesak Pemerintah Kabupaten Bantaeng untuk menghentikan melayani Kepentingan 

perusahaan milik Imperialisme yang merampas ruang Hidup rakyat, terutama Kaum Tani, Nelayan 

dan Petani Rumput Laut.

6. Mendesak Pemerintah Kabupaten Bantaeng untuk memastikan hak-hak normatif Buruh 

dilaksanakan oleh Perusahaan yang bercokol di Kab. Bantaeng.

7. Menolak Perda Tata Ruang Kawasan Industri Bantaeng

8. Wujudkan Land Reform sejati dan bangun Industrialisasi Nasional

9. Hentikan Segala Bentuk Eksploitasi Sumber Daya Alam secara Rakus oleh Perusahaan Milik 

Imperialisme dan Tuan Tanah Besar Komprador.

10. Mendesak Pemerintah dan Polres Bantaeng untuk menangkap dan mengadili Pelaku Kekerasan 

Seksual dan Hentikan Kekerasan Seksual terhadap Perempuan dan Anak di bawah umur


Aksi unjuk rasa digelar di tiga (3) titik. Pertama dilakukan di depan Polres Bantaeng sebagai salah satu rangkaian Aksi Kamisan untuk mendesak Polres Bantaeng segera menangkap pelaku kekerasan seksual. 


Sebelumnya, solidaritas untuk korban kekerasan seksual rutin menggelar aksi unjuk rasa setiap hari kamis. Fitri yang tergabung dalam solidaritas perempuan untuk kekerasan seksual menyampaikan saat orasi bahwa kasus pemerkosaan yang dialami anak di bawah umur di kabupaten Bantaeng belum juga menuai hasil setelah ditangani polres Bantaeng tiga bulan terakhir. Fakta tersebut menunjukkan buruknya kinerja kepolisian di kabupaten Bantaeng.Setelah aksi unjuk rasa di depan Polres Bantaeng selanjutnya massa aksi bergeser ke depan kantor Bupati Bantaeng. Di depan Kantor Bupati Bantaeng para pimpinan lembaga yang tergabung dalam FPR Bantaeng,secara bergantian menyampaikan orasi dan kritikan terhadap pemerintah kabupaten Bantaeng. Saleh perwakilan dari Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Bantaeng, menyampaikan bahwa ,pemerintah kabupaten Bantaeng telah gagal dalam melihat persoalan pokok yang dihadapi oleh kaumtani. Misalnya dalam menjawab kelangkaan pupuk bersubsidi, pemerintah hanya memberikan solusi instan dengan menyiapkan anggaran 3 milyar per tahunnya untuk menutupi kelangkaan pupuk.Sementara persoalan lainnya seperti penyiapan data Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK), 


Perbaikan kelembagaan petani, kepastian harga, ketersediaan lahan, tingginya kos produksi masih menjadi masalah yang luput dari perhatian pemerintah.Setelah aksi di depan Kantor Bupati Bantaeng, massa aksi berlanjut ke kantor DPRD kabupaten Bantaeng,sebagai titik aksi terakhir sekaligus melakukan diskusi dengan anggota DPRD kabupaten Bantaeng.


Di ruangan rapat DPRD, Ahmad Pasallo menyampaikan seluruh tuntutan dan pernyataan aksi FPR Bantaeng. Selain itu Ahmad Pasallo juga meminta DPRD Bantaeng mengevaluasi dan mencabut Perda Tata Ruang Kawasan Industri Bantaeng. Menurutnya, skema kebijakan Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) ,merupakan skema yang mendukung perampasan ruang hidup masyarakat dan eksploitasi sumber daya alam dengan iming-iming kesejahteraan dan kesempatan kerja bagi masyarakat lokal. Pemerintah daerah harus bertanggungjawab karena telah ikut menyiapkan karpet merah terhadap investor melalui Perda. Alih-alih berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat,keberadaan KIBA justru menambah beban masyarakat. Keberadaan KIBA menciptakan polusi udara, suara bising, dan bau, belum lagi hilangnya ruang hidup nelayan dan petani rumput laut. Bukti lainnya, dapat dilihat di awal masa pandemi PT Huadi justru melakukan PHK secara sepihak terhadap 100 orang karyawan dan mempekerjakan karyawan dengan upah di bawah UMP. Belum lagi kepastian nasib masyarakat di tiga desa (Papanloe, Baruga, 


Borongloe) yang masih tinggal di dalam Kawasan Industri Bantaeng menjadi persoalan rumit yang akan dihadapi di tahun-tahun berikutnya.


Pres Release dari Forum Pembela Rakyat ( FPR ) Bantaeng

Editor : Edhy BN