BN Online Makassar, – Direktur Eksekutif Lembaga Pelatihan Jurnalistik P2MTC (Phinisi Pers Multimedia Training Center), Fredrich Kuen, MSi mengatakan, Delik Pers dapat saja terjadi pada berita “kontrol sosial” yang benar sesuai fakta lapangan, namun obyek berita merasa keberatan terhadap berita kontrol tersebut.
Jadi, sekalipun wartawan menulis berita benar dan sesuai fakta, belum tentu bebas dari sentuhan permasalahan hukum akibat pemberitaan (delik pers). Apalagi bila berita itu memang bermasalah dari segi teknis dan kode etik.
Hal itu dikemukakan Fredrich yang juga penguji kompetensi wartawan saat memberikan pembekalan melepas praktek puluhan wartawan muda untuk melakukan pencarian dan penulisan berita pola inverted pyramid (piramida terbalik), pembuatan foto berita berbasis fotografi dan pembuatan video berita berbasis videografi pada pelatihan “Cara Cepat Menjadi Wartawan Profesional” di Makassar, Minggu.
Pelatihan berdurasi 16 jam, 19-20 Februari 2022, terdiri dari 30 persen teori serta 70 persen praktek lapangan dan 10 orang diantara peserta pelatihan tersebut berasal dari berbagai provinsi di Indonesia di luar Sulawesi Selatan.
Menurut Fredrich yang juga penulis Buku Jurnalisme dan Humanisme yang diterbitkan oleh Gramedia, terjadinya delik pers pada berita control sosial yang benar dan sesuai fakta, itu karena persepsi publik tidak seragam terhadap suatu obyek pemberitaan. Apalagi bila oknum yang menjadi obyek berita control sosial adalah public figure atau yang memiliki kekuasaan besar. Walau Wartawan sudah membuat berita seobyektif mungkin dan sesuai fakta lapangan, namun dapat saja dinilai secara subyektif oleh oknum atau figur yang disorot dalam berita control tersebut.
Untuk itu, wartawan harus menulis berita secara beretika, sesuai kaidah jurnalistik, kode etik jurnalistik, undang undang tentang pers (UU No.40/1999) untuk meminimalisir potensi terjadinya delik pers. Artinya harus melakukan kerja kompeten dan kerja profesional
Dalam hal ini, lanjutnya, menjadi wartawan tidak cukup hanya terampil menulis berita, melainkan harus memiliki wawasan yang luas, kompeten dan profesional agar dapat mengatasi kemungkinan delik pers yang timbul dan juga harus diperhatikan bahwa tidak semua delik pers harus diselesaikan di meja pengadilan, melainkan dapat juga diselesaikan tanpa harus menempuh jalur hukum (negosiabel).
Dalam hal ini fleksibilitas kerja wartawan maupun lembaga ombudsman dalam organisasi internal keredaksian media sebagai negosiator penyelesaian delik pers sangat berperan dan dibutuhkan untuk penyelesaian delik pers tanpa melalui jalur hukum.
Yang perlu diingat oleh teman teman jurnalis. Kompeten tidak selamanya diukur dari sertifikat kompetensi, melainkan karya jurnalistik yang dibuat serta profesionalitas kerja jurnalistik secara paripurna. Namun akan tetap lebih baik bila kompetensi wartawan disertifikatkan.
Untuk itu, tidak perlu ada rasa takut terhadap kemungkinan terjadi delik pers pada berita kontrol, selama kerja jurnalistik sudah dijalankan sesuai kaidah, kode etik, dan profesional. Artinya kerja kompeten sudah dijalankan, sehingga tidak perlu ada kecemasan dalam.melakukan kerja idealis serta kontrol sosial.
Berita harus memenuhi antara lain, unsur kebenaran, sesuai fakta lapangan, dibuat secara obyektif, cover both side (berimbang), check and recheck dan double check and recheck, praduga tidak bersalah (narasi maupun foto dan video) serta memenuhi mekanisme kerja kode etik jurnalistik (KEJ), beretika dan tidak SARA.
Untuk itu, penjaga gawang (gate keeper) terakhir dalam penyelesaian delik pers bila internal media tidak bisa menyelesaikan adalah Rekomendasi Dewan Pers. Keliru telaah dan mengeluarkan rekomendasi yang tidak tepat, maka akan terjadi kriminalisasi terhadap wartawan.
Semua karya jurnalistik harus diselesaikan secara jurnalistik sesuai UU No.40/1999 tentang Pers agar tidak pernah lagi terjadi kriminalisasi terhadap pers. Karena penyelesaian delik pers secara pers adalah melaksanakan hak koreksi, hak jawab dan minta maaf.
Era sekarang, ujar Fredrich yang juga Mantan GM Perum LKBN ANTARA, Pers sangat dibutuhkan masyarakat untuk memperoleh informasi benar, masyarakat tetap menuntut kerja profesional dan kontrol sosial wartawan yang dilakukan secara terukur tanpa hoax. Artinya wartawan harus kerja smart (pintar), harus kompeten dan professional.
Untuk itu, pakai semua jalur untuk terus belajar, menimba ilmu jurnalistik sebagai alat intelektual memberi perlindungan diri terhadap mekanisme kerja kewartawanan untuk meminimalisir potensi terjadinya delik pers. Bisa melalui pelatihan di organisasi pers atau pada lembaga pelatihan independen yang dilakukan secara profesional.
P2MTC menurut dia, melayani pelatihan jurnalistik dan kehumasan bukan hanya di Sulawesi Selatan, melainkan di seluruh tanah air, baik untuk wartawan lintas organisasi, humas maupun kelompok wartawan non organisasi. Silahkan mengontak P2MTC, maka Lembaga pelatihan jurnalistik ini akan mengirim instruktur profesionalnya untuk melakukan pelatihan dimanapun itu di Indoneia sesuai kesepakatan. (AI/DN/*)