Senin, 23 Mei 2022

Peneliti keberabatan Bahasa Gayo,Alas,Karo,dan bahasa Simalungun Dr.Dardanila:"Bahasa Gayo Banyak Terwaris dari bahasa Austronesia"

Tags

Peneliti keberabatan Bahasa Gayo,Alas,Karo,dan bahasa Simalungun Dr.Dardanila:"Bahasa Gayo Banyak Terwaris dari bahasa Austronesia"
 
BN Online ; Aceh Tengah-Bahasa berkembang sesuai pemakainya serta diturunkan berdasarkan geografi dan dialek sesuai tempat penutur. Terbentuklah bahasa berdasarkan kebutuhan pemakai dan daerah. “Orang yang lahir dan tinggal di Arab, maka akan berbahasa Arab, yang lahir di Jawa, berbahasa Jawa, lahir di Tiga Derket, berbahasa Karo, lahir di Gayo, berbahasa Gayo. Begitu asal mula penciptaan bahasa, sesuai geografi dan kadang karena migrasi,” kata Dr. Dardanila, peneliti kekerabatan bahasa Gayo dengan bahasa Alas, bahasa Karo, dan bahasa Simalungun dalam Bincang Bahasa Seri #1 “Sejarah, Kekebaran, dan Pemertahanan Bahasa Gayo” Pusat Kajian Kebudaan Gayo melalui Zoom Meeting, Jumat (20/5/2022)

Dijelaskan Dosen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara itu, bahasa Gayo merupakan satu satu bahasa digunakan di Aceh dan dituturkan masyarakat Gayo. “Bahasa Gayo digunakan masyarakat Gayo untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Gayo termasuk dalam kelompok bahasa Proto Austronesia yang merupakan kelompok bahasa Austronesia. Bahasa Proto Austronesia dituturkan di Asia Tenggara, yang terdiri dari Kelompok Barat, Kelompok Utara (Formosa), dan Kelompok Timur (Mikronesia, Melanesia, dan Polenesia). Bahasa Filipina, bahasa Indonesia, bahasa Gayo, bahasa Minahasa, bahasa Melayu, bahasa Aceh, termasuk dalam rumpun bahasa Proto Austonesia Barat,” sebut Dardanila. 
Seperti kata kunul (bahasa Indonesia: duduk), jelas Dardanila, hanya ada dalam bahasa Gayo. “Kata kunul berbasal dari kata hunul yang terwariskan secara liner. Dari hunul Austronesia, jadi kunul dalam bahasa Gayo. Demikian juga dalam kata yang lain, berdasarkan 200 daftar kata Swadesh yang saya teliti. Banyak sekali yang diturunkan ke dalam bahasa Gayo, selain tercipta kosa kata sendiri yang berbeda dengan daerah lain. Kalaupun ada kesamaan bunyi, bentuk, dan makna, itu karena tiga faktor. Karena kebetulan, perawisan dari bahasa Austronesia tadi, dan karena pinjaman. Sebab, bahasa itu berkembang,” katanya.

Ketua Pusat Kajian Kebudayaan Gayo, Yusradi Usman al-Gayoni, menyebutkan, pembahasan Sejarah, Kekebaran, dan Pemertahanan Bahasa Gayo merupakan Bincang Bahasa Seri #1. “Ini merupakan kegiatan ke-12 selama sebulan tiga minggu ini, sejak 28 Maret 2022. Di antara topik yang sudah dibahas, budaya, pendidikan, sejarah, seni, dan kopi. Seri kedua bincang bahasa akan membahas morfologi bahasa Gayo. Seterusnya, akan dibahas aspek bahasa Gayo yang lain secara komprehensif, baik secara mikro dan makro. Ini kegiatan pertama yang mengkaji bahasa Gayo secara keseluruhan. Nantinya, akan dilibatkan pula pihak-pihak terkait, di Gayo, Aceh, dan di luar Aceh (diaspora Gayo). Termasuk, eksekutif dan legislatif, sehingga pelestarian bahasa Gayo bisa berjalan dengan efektif dan bisa terwaris kepada generasi Gayo mendatang, terutama kepada generasi Z (2007-2012) dan generasi post Z (≥ 2013),” tegas pengelola Perpustakaan Gayo tersebut.

Aharuddin

Editor  : Riga Irawan Toni