Selasa, 23 Januari 2024

Korban Dugaan Konspirasi Pinjaman Bodong Koperasi, Tidak Mendapat Pembelaan Hukum di Pengadilan Negeri Kota Tebingtinggi


Tebingtinggi Sumut.

Bidiknasional.co.id - Sungguh miris sistem peradilan Indonesia khususnya di Pengadilan Negeri Kota Tebingtinggi yang menyidangkan Vonis Gugatan Perdata Wanprestasi Koperasi Kredit (Kopdit) CU Nstr kepada pasutri Rusli dan Indah, Selasa (23/01/2024).


Awal bermula kasus ini terjadi 5 Maret 2018, 6 tahun yang lalu dimana pasutri Rusli dan Indah melunasi pinjamannya kepada Kopdit CU.Nstr yang beralamat di Jln. Prof. HM. Yamin No.12 K Kp. Keling depan SPBU Kota Tebingtinggi.

Kepada awak media, Rabu (24/01/2024) Rusli dan Indah menceritakan kronologi permasalahan yang dialaminya sebagai berikut :

Setelah pelunasan pinjaman pertama di Tahun 2018 dan agunannyapun belum diambil, pasutri Rusli dan Indah mengajukan pinjaman kembali sebesar Rp. 180 juta dengan suku bunga 2,5 % dari sisa saldo akhir dan dilakukan penandatanganan administrasi akad kredit selama 30 bulan dengan No. Kontrak : 2326/CU-N/P/III/2018 tertanggal 5 Maret 2018.


Setelah penandatanganan administrasi, pihak Kopdit. CU.Nstr menyampaikan bahwa realisasi pinjaman tersebut akan di informasikan 2 minggu kemudian sejak tanggal tanda tangan tersebut.

Namun setelah dikonfirmasi 2 minggu dari jadwal yang disampaikan, pihak Kopdit CU. Nstr menyatakan sabar dan akan secepatnya direalisasikan, akan tetapi seiring berjalannya waktu, tidak ada informasi balik soal realisasi pinjaman Rp. 180 juta tersebut hingga Tahun 2023.


Tiba-tiba pada Tahun 2023, pihak Kopdit CU. Nstr tanpa ada pemberitahuan kepada Rusli dan Indah mau menyita rumah yang menjadi agunannya dan tentu saja pasutri tersebut kaget.


"Atas dasar apa mereka mau memasang spanduk penyitaan. Karena hutang kami tahap pertama sudah lunas dengan Kopdit CU. Nstr dan surat agunan kamipun belum dikembalikan serta pinjaman tahap kedua belum direalisasikan, mengapa mereka mau menyita rumah saya," ucap Rusli.


Disaat Kopdit CU. Nstr melakukan somasi agar saya membayar hutang Rp. 180 juta tersebut, namun saya pertanyakan sejak kapan saya berhutang kembali kepada kalian (Kopdit CU. Nstr) sedangkan informasi realisasi pinjaman ke dua tersebut tidak pernah ada pemberitahuan. Kalau saya memang berhutang, mana buktinya saya ada menerima uang kredit sebesar Rp. 180 juta itu dan mereka tidak dapat membuktikan, ujar Rusli.


Akhirnya pihak Kopdit CU. Nstr melaporkan saya dan istri dengan gugatan perdata wanprestasi ke Pengadilan Negeri Kota Tebingtinggi dengan Nomor Perkara : 9/PDT.G.S/2023/PN.Tbt karena mereka tuduh saya tidak mau membayar pinjaman kredit yang sebenarnya memang tidak pernah saya terima uangnya, ungkap Rusli.


Di dalam fakta persidangan, para saksi penggugat yang tidak lain merupakan staf CU. Nstr tidak dapat memberi bukti otentik kebenaran saya ada menerima uang kredit sebesar Rp.180 juta, apakah berupa foto serah terima maupun kwitansi tanda terima, namun saat majelis membaca vonis, hakim tunggal Rina Yose, SH yang awalnya banyak menemukan kejanggalan atas sistematis pemberian kredit di CU. Nstr, akan tetapi memberikan vonis putusan menerima gugatan penggugat. Ada apa, sungguh ironi.


Selama di dalam 8 kali sidang, banyak terjadi kejanggalan namun tidak menjadi pertimbangan hakim Rina Yose, SH yaitu :

1. Saksi penggugat memberikan keterangan yang berbelit-belit, bohong, ragu-ragu dan kontradiktif terutama mekanisme pemberian maupun pencairan kredit.

2. Pihak penggugat tidak dapat menunjukkan bukti otentik saat pemberian uang kredit tersebut.

3. Para saksi tidak mengetahui siapa diantara pengurus koperasi yang memberikan uang kredit 180 juta kepada tergugat padahal kedua saksi merupakan pejabat utama di CU. Nstr.

4. Saksi Jonni Purba memberikan kesaksian bohong bahwasannya pernah datang dan menagih cicilan kredit kerumah tergugat tanpa ada menunjukan bukti kunjungannya.

5. Bukti penerimaan uang kredit 180 juta hanya ada tanda tangan tergugat tanpa ada tanda tangan pengurus maupun foto dukumentasinya.

6. Kata penggugat, tergugat sudah pernah membayar cicilan pokok dan bunga sebanyak 3 kali yaitu : - Angsuran Pokok Pinjaman Rp.295.000,- (Juli, 2018), Rp.326.000,- (Des, 2019) dan - Bayar Bunga Pinjaman Rp.61.171.200,-. Sangat aneh, sesuai kontrak katanya untuk cicilan pokok Rp.6 juta/bulan, mengapa hanya diterima 295 ribu dan 326 ribu dan itupun yang membayar tidak tahu siapa orangnya.

7. Jika memang tergugat berhutang, mengapa setelah 5 tahun kemudian (2023) pihak koperasi baru menagih kredit macetnya.

8. Mengapa yang bersaksi dari penggugat bukan mereka yang memberikan ijin kredit dan yang menyerahkan uang tersebut.


Atas dasar temuan kejanggalan ini, kami berharap agar pihak Mahkamah Agung mengevaluasi kinerja Hakim Rina Yose, SH yang menjadi hakim tunggal atas kinerja yang tidak profesional dalam memutuskan vonis yang sangat merugikan kami yang seyogianya tidak pernah menerima uang kredit Rp.180 juta tersebut, pungkas Rusli.


Kaperwil Sumut : Budi Hartono.