Senin, 17 April 2017

Aksi Penguasaan Lahan Oleh Ahli Waris Terkait Belum Dibayarkan Sisa Ganti Rugi

Tags

Senin, 17 April 2017 | 09:00 | Wita


BN Online, Makassar- Ahli waris pemilik lahan Intje Koemala versi Chandra Taniwijaya resmi menutup permanen jalan tol reformasi Makassar, Senin (17/4/2017).

Penutupan permanen menggunakan batu tersebut karena ahli waris sudah lelah menunggu itikat baik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PU-PR) untuk membayarkan sisa ganti rugi lahan mereka yang dibebaskan menjadi jalan tol sejak 2001 silam sebesar Rp 9 Miliar lebih.

"Kami baru dibayar 1/3 dari total ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp 12 Miliar lebih. Sisanya 16 tahun lebih kami menunggu dan sampai saat ini tak ada hak kami diberikan, "terang Andi Amin Halim pendamping hukum ahli waris Intje Koemala versi Chandra Taniwijaya saat ditemui disela-sela melakukan penutupan jalan tol reformasi Makassar.

Sebelumnya, 8 bulan berlalu ahli waris bersama warga setempat serta sejumlah aktifis mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Aktifis Mahasiswa (GAM) Sulsel melakukan aksi pembangunan tenda diatas lahan mereka yang dijadikan sebagai jalan tol reformasi Makassar. Namun aksi tersebut tak membuat Kementerian PU-PR bergeming sedikit pun dan pada akhirnya ahli waris dan ratusan warga melakukan aksi penguasaan lahan secara permanen dengan menghambur batu karang sebanyak 2 truk, Selasa tadi.

"Kementerian PU-PR juga ingkar janji dari hasil mediasi oleh Kapolda Sulsel untuk segera membayarkan sisa ganti rugi lahan sehingga kami menilai mereka tak ada itikad baik sedikit pun, "ujar Amin.

Amin berharap Presiden Jokowi bisa turun tangan dan menindaki Kementerian PU-PR yang telah menyengsarakan warga kecil, sehingga harus beraktivitas di dalam tenda plastik karena tak punya tempat tinggal lagi.

"Lahan mereka dicaplok begitu saja oleh Kementerian PU-PR tanpa diberi ganti rugi, sehingga warga ahli waris pemilik lahan mengambil kembali lahannya. Perlu saya tegaskan kepada semua pihak bahwa lahan milik ahli waris secara yuridis belum berstatus jalan tol karena belum dibayarkan ganti ruginya, sehingga penegak hukum sekalipun tak boleh menekan warga dan ahli waris ketika melakukan pengambilalihan lahannya," ungkap Amin.

Dugaan Rekayasa Putusan

Sebelumnya, masalah ini pun telah dilaporkan resmi ahli waris pemilik lahan Intje Koemala versi Chandra Taniwijaya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi uang ganti rugi lahan oleh Kementerian PU-PR tersebut.

Selain karena diduga uang ganti rugi ditilap juga karena adanya bukti merekayasa amar putusan yang ditemukan ahli waris oleh orang dalam Biro Hukum Kementerian PU-PR, yakni tentang putusan MA bernomor 266/PK/Pdt/2013.

Temuan dugaan rekayasa putusan itu  berdasarkan adanya surat yang dibuat Kementerian PU-PR ditujukan kepada Mahkamah Agung (MA) nomor HK.04.03-Mn/718 perihal permohonan penerbitan fatwa Mahkamah Agung sebagai penjelasan terhadap putusan perkara Pengadaan lahan Tol Reformasi A.N Intje Koemala.

Pada poin b dalam surat tersebut disebutkan putusan MA nomor 266/PK/Pdt/2013 dimenangkan Ince Baharuddin dan ditandatangani Menteri PU-PR Basuki Hadimuljono.

Sementara dalam putusan asli pada perkara pada nomor yang sama, di mana Ince Baharuddin melawan Syamsuddin Sammy selaku ahli Waris Intje Koemala disebutkan dalam halaman 12 putusan nomor 266/PK/Pdt/2013 tersebut ditegaskan, mengadili dan menolak PK yang diajukan oleh Ince Baharuddin dan Ince Rahmawati selaku pemohon PK. Surat keputusan ini ditandatangani pihak Mahkamah Agung melalui Panitera Muda Perdata Dr.Pri Pamudi teguh.

Putusan lainnya yang memenangkan ahli waris pemilik lahan Intje Koemala, yakni pada putusan PK bernomor 117/PK/Pdt/2009 tertanggal 24 November 2010. Dimana dalam perkara itu ahli waris pemilik lahan Intje Koemala versi Chandra Taniwijaya  melawan Kementerian PU-PR.

Aksi penguasaan lahan oleh ahli waris Intje Koemala versi Chandra Taniwijaya tersebut terkait dengan belum terbayarkannya sisa ganti rugi seluas lahan 48.222 meter persegi, dan lahan yang belum sama sekali dibayarkan 100 persen seluas 22.134 meter persegi, total tujuh hektar lebih.

Sisa pembayaran itu senilai Rp 9,24 miliar lebih. Sementara yang sudah dibayarkan pada tahap pertama tahun 1998 yakni sepertiga lahan seluas dua hektare lebih senilai Rp 2,5 miliar kala itu. Total lahan digunakan tol sekitar 12 hektare lebih.

Pihak ahli waris pemilik lahan tetap bertahan sesuai dengan dasar putusan pada tingkat Peninjauan Kembali (PK) dari Mahkamah Agung (MA), nomor 117/PK/Pdt/2009 tertanggal 24 November 2010 yang memerintahkan Kementerian PU-PR segera membayarkan sisa ganti rugi lahan mereka yang dibebaskan menjadi jalan tol reformasi.(*)



Editor : BN | Sulsel | Dny