Kamis, 04 November 2021

Partai Ummat Desak Jokowi Pertimbangkan Mundur

Tags

 


BN Online, Jakarta - Partai Ummat mengecam pejabat yang disebut terlibat dalam bisnis tes PCR di masa pandemi karena telah melanggar etika, kepatutan, dan keadaban publik yang seharusnya dijunjung tinggi dalam sebuah negara demokrasi modern yang beradab dimana adanya menteri terlibat bisnis PCR, sehingga Partai Ummat mendesak Jokowi pertimbangkan mundur.

“Kapitalisasi bencana di masa pandemi sungguh tak bisa diterima oleh akal sehat dan adab kita sebagai sebuah bangsa. Pertama, karena ini mengandung unsur kezaliman di dalamnya. Kedua, lebih-lebih bila dilakukan oleh pejabat publik, jelas ini berlipat kali dosanya,“ Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi menegaskan dalam siaran persnya,  Jakarta, Selasa, 3/11/2021.

Ridho mengatakan terdapat konflik kepentingan yang besar bila para pejabat publik ikut berbisnis tes PCR karena mereka adalah pembuat regulasi sekaligus. Itu sebabnya, tambah Ridho, kecurigaan publik bahwa peraturan yang dibuat tujuannya untuk mengeruk keuntungan bagi perusahaan mereka menjadi masuk akal dan mendapatkan pembenaran.

Dua menteri dalam kabinet Jokowi dan beberapa tokoh yang dekat dengan kekuasaan disebut media terlibat dalam bisnis tes PCR melalui perusahaan yang mereka dirikan baik secara langsung ataupun tidak.

Di antaranya adalah Menkomarves Luhut Pandjaitan, Menteri BUMN Erick Thohir, mantan Menperindag Enggartiasto Lukita, Ketua Kadin Arsjad Rasjid, dan sejumlah nama lainnya yang dicurigai publik bagian dari oligarki yang selama ini mendapatkan keistimewaan dari penguasa.

Indikasi konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan yang potensial dilakukan oleh kedua menteri, lanjut Ridho, adalah dengan munculnya kebijakan mengenai penanganan pandemi, khususnya tes PCR, yang terus berubah, inkonsisten, dan dibuat asal-asalan.

“Penentuan harga tes PCR terus berubah yang semula sangat mahal, tetapi karena besarnya kritik publik lalu harga diturunkan. Dan sekarang kita dikejutkan lagi ternyata tes PCR naik pesawat di Pulau Jawa dan Bali tidak diwajibkan, cukup pakai tes antigen. Kebijakan ini sangat berbau kepentingan oligarki,“ kata Ridho.

Partai Ummat menemukan harga tes PCR sebelumnya sangat besar, mulai dari harga tidak resmi mencapai Rp 2.000.000.

Indikasi konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan yang potensial dilakukan oleh kedua menteri, lanjut Ridho, adalah dengan munculnya kebijakan mengenai penanganan pandemi, khususnya tes PCR, yang terus berubah, inkonsisten, dan dibuat asal-asalan.Pulau Jawa dan Bali) dan Rp 300.000 (luar Pulau Jawa dan Bali) yang termuat dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/1/3843/2021.

“Bisnis tes PCR ini bisnis yang keuntungannya sangat fantastis. Indonesia Corruption Watch (ICW) memperkirakan keuntungan penyedia jasa tes PCR sejak Oktober 2020 hingga Agustus 2021 mencapai Rp 10,46 triliun,“ Ridho menjelaskan.

Data sekunder yang didapatkan Partai Ummat menyebutkan bahwa nilai pasar tes Covid-19 selama pandemi telah mencapai 15 triliun rupiah, dan angka ini diperkirakan akan terus naik bila keputusan wajib tes PCR diberlakukan di Pulau Jawa dan Bali.

Impor alat tes PCR menurut data Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hingga 23 Oktober 2021 mencapai Rp 2,27 triliun. Nilai ini hampir empat kali jumlah impor pada bulan Juni yang mencapai Rp 523 Miliar.

Itulah sebabnya berdasarkan fakta-fakta, Partai Umat sejalan dengan kecurigaan banyak pihak bahwa keputusan rezim Jokowi untuk mewajibkan tes PCR lebih banyak unsur bisnisnya daripada unsur kesehatan dan kemaslahatan publiknya.

Sekali lagi, kata Ridho, sejalan dengan tuntutan paran mahasiswa dalam demonstrasi terakhir, Partai Umat mendesak agar presiden Jokowi mempertimbangkan opsi pengundura diri demi penyelamatan bangsa dan negara yang sudah dicengkeram oleh kaum oligark.
(darman).