Rabu, 28 April 2021

Tim Pengacara Jurnalis Sulsel Melalui Kuasa Hukum Menggugat Pengurus PWI Sulsel Terpilih

Tags

 


BN Online Makassar, -- Pengadilan Negeri Makassar, Kamis (22/04/2021) lalu menerima pendaftaran gugatan wartawan Sulsel yang merasa hak-haknya di dirampas  dalam Konferensi (pemilihan) Pengurus PWI Sulsel. Penyampaian gugatan dilakukan oleh kuasa hukum para penggugat untuk segera disidangkan dengan tuntutan utama menganulir hasil konferensi dan menyatakan pelantikan pengurus PWI Sulsel periode 2021-2026  tidak sah sehingga perlu dilakukan pemilihan ulang, Senin (26/04/2021).


Pengacara Upa Labuhari SH MH, bersama Hadi Soetrisno SH dan Harsyanto SH yang mendaftarkan gugatan ini menyebutkan , Pengurus PWI Pusat periode 2018-2023 selaku penyelenggara konferensi Sulsel, dianggap sebagai Tergugat dalam perkara ini bersama Pengurus PWI Sulsel periode 2021-2026 selaku produk konferensi yang dianggap tidak sah dan Dewan Kehormatan PWI masa periode 2018-2023, selaku turut tergugat  karena tidak melarang Pengurus PWI Pusat untuk mensahkan dan melantik produk konferensi PWI Sulsel di hotel Claron Makassar pada tanggal 10 April lalu yang saat masih bermasalah.



Menurut ketiga pengacara yang juga memiliki pengetahuan kewartawanan, gugatan ini disampaikan oleh para penggugat bersama beberapa rekannya anggota PWI Sulsel karena hak mereka sebagai pemilih dianggap telah dirampas oleh Pengurus PWI Pusat dalam acara konferensi (Pemilihan) Sulsel yang dilaksanakan di hotel Gammara Makassar pada tanggal 29-31 Januari 2021.


Perbuatan ini dianggap melanggar pasal 59 ayat 3 a peraturan Pemerintah Pengganti undang undang nomor 2 tahun 2017 tentang perubahan atas undang undang nomor 17 tahun 2013 tentang organisasi ke masyarakatan. Didalam pasal ini diamanatkan organisasi masyarakat dilarang melakukan tindakan permusuhan terhadap suku agama ras atau golongan. Terhadap mereka yang melanggar amanat undang undang ini sebagaimana bunyi pasal 82 A yang segaja dilakukan dan secara langsung dapat membuat anggota/pengurus ormas tersebut dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun.



Selain dianggap tidak mentaati undang undang tentang organisasi kemasyarakatan, para tergugat juga diketahui melanggar pasal 33 ayat 1-3 Peraturan Dasar Peraturan Rumah Tangga Persatuan Wartawan Indonesia  yang mengamanatkan Konferensi PWI Propinsi yang setiap lima tahun sekali diadakan untuk  memilih ketua Propinsi, formatur dan  Ketua dewan kehormatan propinsi serta menetapkan program- program kerja dan keputusan keputusan lainnya .


Didalam pasal ini juga disampaikan bahwa Konferensi propinsi sah jika dihadiri oleh sekurang kurangnya dua pertiga jumlah anggota biasa dengan ketentuan : Jika anggota biasa yang hadir kurang dari dua pertiga, konferensi harus ditunda selambat lambatnya dalam waktu satu bulan . Anggota biasa yang tidak bisa hadir dapat memberikan mandate tertulis kepada anggota biasa lain dengan ketentuan, seorang anggota biasa hanya boleh menjadi mandataris dari sebanyak banyaknya dua anggota biasa lain. Tapi hal ini dilanggar oleh Pengurus PWI pusat untuk memuluskan acara konferensi propinsi Sulawesi Selatan dimasa pandemic Covid 19. 


Pengurus PWI Pusat selaku unsur tertinggi dalam kepengurusan PWI diseluruh tanah air, lebih dahulu   membuat Surat Keputusan PWI Pusat nomor 164-PLP/PP-PWI/2020 tertanggal 11 Agustus 2020. Isi dari Surat Keputusan ini sangat bertentangan dengan bunyi pasal 33 ayat 2 dan 3 PDPRT PWI sehingga dapat dikategorikan sebagai  melanggar  pasal 41 ayat 2 yang mengamatkan Setiap perubahan peraturan dasar dan peraturan rumah tangga ( PDPRT) yang telah disahkan oleh Kongres harus dibuat dalam akte notaris.


Penetapan Surat Keputusan ini yang tidak di akte notariskan sebagaimana diamanatkan dalam pasal 41 ayat 2 karena adanya perubahan PDPRT PWI yang dibuat oleh pengurus PWI Pusat di point dua disebutkan konferensi atau pemilihan langsung hanya diikuti oleh lebih kurang 50 persen dari jumlah anggota biasa. Selebihnya terwakili dengan surat kuasa/mandate .


Ketentuan penggunaan dan pemanfaatan surat kuasa atau sebagai mandataris diatur bagi propinsi yang memiliki anggota biasa dibawah 400 sehingga 200, PWI Sulsel sendiri  mempunyai anggota biasa 336 orang, setiap peserta membawa mandate maksimal lima orang dari anggota biasa. Surat Keputusan inilah yang dianggap membuat suasana konferensi (Pemilihan langsung) pengurus PWI Sulsel  menjadi kisruh sampai sekarang sehingga sangat merugikan banyak pihak anggota Biasa PWI Sulsel khususnya para penggugat yang berkeinginan haknya sebagai anggota biasa PWI diakui oleh para tergugat  sebagai penyelenggara Konferensi .


Menurut Upa Labuhari SH MH, Hadi Soetrisno SH dan Harsyanto SH hak kliennya sebagai pemilih di konferensi  diakui dalam Peraturan Dasar Peraturan Rumah Tangga PWI, tapi hal ini  tidak diakomodir oleh para tergugat, sehingga mereka melaporkan masalah pelanggaran Peraturan Dasar Peraturan Rumah Tangga PWI kepada turut tergugat  selaku Ketua Dewan Kehormatan PWI yang mempunyai tugas sebagaimana diamanatkan pasal 24 ayat 1 a,c yg berbunyi ‘’ Dewan Kehormatan menerima atau menolak pengaduan dan mempersilahkan pengadu menempuh jalur hukum’’.


Pengaduan para penggugat itu kemudian ditindak lanjuti oleh turut tergugat sehingga para tergugat mendapat  suatu teguran keras  pada tanggal 5 April 2021 lalu. Dalam surat teguran keras itu, pengurus PWI Pusat tidak membantahnya ketika  Dewan Kehormatan PWI meminta agar Surat Keputusan nomor 164-PLP/PP-PWI /2020 tentang tata cara melaksanakan konferensi propinsi kabupaten dan kota dalam situasi dan kondisi Pandemi Covid -19 direvisi dan diperbaiki. Perbaikan surat keputusan PWI Pusat ini dianggap perlu dilakukan karena surat keputusan itu mengandung kerancuan dan multi tafsir terkait pemenuhan kuorum dua pertiga jumlah anggota dan pemberian hak suara yang direduksi dengan  pembatasan kehadiran peserta konferensi dan proses pemilihan .


Upaya maksimal untuk melibatkan kehadiran anggota dalam konferensi seharusnya dilakukan dengan dengan memanfaatkan teknologie digital melalui zoom meeting tanpa harus mengambil langkah langkah yang melanggar PDPRT PWI . Dengan demikian, kata pengacara Upa Labuhari SH MH yang didampingi Hadi Soetrisno SH dan Harsyanto SH, pengurus pusat PWI jelas telah bersalah menerapkan aturan tentang tata cara melaksanakan konferensi propinsi Sulsel di era situasi kondisi pandemic Covid 19.


Akibat kesalahan itu hasil konferensi PWI Sulsel dapat dipastikan  tidak sah menurut PDPRT PWI  sehingga  pelantikan hasil produk yang tidak sah itu juga adalah cacat hukum. Dan inilah yang menjadi harapan para penggugat agar Pengadilan Negeri Makassar dapat mengadili perkara ini yang tercatat dalam register perkara nomor 142/Pdt./2021 PN Makassar untuk menyatakan pemilihan dan pelantikan  pengurus PWI Sulsel periode 2021-2026 tidak sah karena melanggar PDPRT PWI dan juga tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang undang nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang undang nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.


Tidak Punya Tanggung Jawab Oleh Upa Labuhari SH MH juga disebutkan bahwa ketika konferensi Sulsel dilaksanakan di Hotel Gammara Makassar pada tanggal 29-31 Januari 2021, untuk mendengar pertanggungan jawab pengurus PWI Sulsel periode sebelumnya 2016-2021 dan memilih Pengurus PWI Sulsel periode 2021-2026, sebagaimana dipersyaratkan dalam PDPRT PWI, pengurus lama tidak membacakan pertanggungan jawabannya di hadapan peserta konferensi.


Akibatnya para peserta konferensi khususnya penggugat bersama beberapa wartawan Sulsel lainnya tidak dapat mengetahui apa yang sudah diperbuat selama lima tahun oleh Pengurus PWI Sulsel periode 2016-2021. Perbuatan yang dilakukan oleh  yang popular dengan sebutan Petahana atau Incombent dalam melaksanakan konferensi ini bersama pengurus PWI Pusat tidak memberikan pidato pertanggungan jawab dimasa lima tahun memimpin PWI Sulsel merupakan suatu pelanggaran yang dapat dinilai sebagai berat karena  dalam pasal 18 ayat 1e PDPRT PWI diamanatkan  ‘’tugas dan tanggung jawab pengurus PWI Propinsi menyampaikan laporan pertanggung jawaban dalam konferensi propinsi’’.


‘’Dengan tidak adanya laporan pertanggunggan jawaban dari incumbent dalam konferensi itu,’’ seharusnya yang bersangkutan di diskualifikasi oleh Ketua PWI Pusat untuk tidak ikut pemilihan lagi. Tapi kenyataannya Ketua PWI Pusat memperkenankan petahana ikut kembali dalam pemilihan ini sehingga hasilnya menjadi kacau balau dan membuat para penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Makassar untuk dimohonkan keadilan, apakah layak seorang yang tidak bisa mempertanggung jawabkan kepemimpinannya sebagai ketua PWI Sulsel  selama lima tahun lalu, kembali diberi kepercayaan memimpin organisasi yang anggotanya adalah pekerja-pekerja professional,” kata pengacara penggugat.


Upa Labuhari SH MH memberi iluastrasi bahwa pemilihan RT RW saja disatu lingkungan desa/lurah, sebelum lurah menyatakan petahana atau incumbent boleh ikut pemilihan lagi, terlebih dahulu petahana didengar pertanggung jawabnya selama memimpin 3-5 tahun RT/RW sebelumnya. Lalu bagaimana dengan  pengurus PWI Sulsel ? Kemana mau dibawa organisasi ini lima tahun ke depan setelah lima tahun sebelumnya tidak diketahui kegiatannya. Gugatan inilah yang mungkin dapat menjawabnya dikemudian hari. (**)


(Red)