Kamis, 19 Mei 2022

Laksus Ungkap Potensi Pidana yang Bisa Menjerat Owner Kosmetik Ilegal

Tags

 


BN Online Makassar--Lembaga Antikorupsi Sulawesi Selatan (Laksus)  membeberkan beberapa poin yang berpotensi menjadi jerat pidana bagi owner kosmetik ilegal. Selain masalah pajak, prosedur pendirian perusahaan juga disebut sarat masalah. 


"Jadi memang banyak masalah di sana. Dari prosedur pendirian perusahaan, legalitas izin dan sebagainya itu melabrak aturan. Mereka tidak melewati proses sesuai regulasi. Di situ ada potensi pidananya," beber Direktur Laksus Muhammad Ansar, Kamis (19/5/2022).


Menurut Ansar, ada beberapa poin penting dalam membongkar kasus ini. Pertama pada sektor pajak. Jelas bahwa tidak ada legalitas hukum dalam beroperasi menunjukkan bahwa para owner menghindari pajak. 


"Bisa dibayangkan aktivitas ilegal ini tidak tersentuh pajak. Berapa banyak kerugian negara yang ditimbulkan karenanya. 

Mereka dengan bebas melakukan transaksi jual beli. Tapi tidak membayar pajak. Itu poin pertama," papar Ansar. 


Selanjutnya, ada beberapa yang bisa menjerat mereka dari sisi prosedur pendirian perusahaan.  


Dari beberapa literatur yang didapatkan diketahui bahwa sebelum beroperasi, perusahaan kosmetik harus mendaftarnya produknya lebih dahulu.  Untuk dapat melanjutkan pendaftaran produk di Indonesia, perusahaan harus berbadan hukum.


"Nah ini kelihatannya sederhana tapi justru dominan dari owner ini tidak berbadan hukum. Karena itu tadi. Mereka menghindari pajak," jelasnya. 


Berdasarkan peraturan Indonesia mendaftarkan produk di Indonesia itu hanya di bawah satu perusahaan. Ini artinya perusahaan ini akan menerima setelah adanya pendaftaran secara khusus untuk produk.


Ketika sudah terdaftar maka owner wajib  menyerahkan formulir online dengan dokumen pendukung untuk aplikasi BPOM E-application. Di sini jadi poin penting karena owner akan mendapatkan ID pengguna dan kata kunci. 


"Tapi ini harus lewat BPOM. Sementara para owner kosmetik ilegal tidak pernah berinteraksi dengan BPOM. Artinya mereka tidak punya ID aplikasi dari BPOM," kata Ansar. 


Aplikasi untuk user ini dapat dilakukan 1(satu) waktu, sepanjang tidak ada perubahan dalam data aplikasi. Jika terdapat perubahan data, perusahaan anda harus menyerahkan sebuah perubahan notofikasi perubahan data atau mengirim ulang kepada admisi


Berdasarkan aturannya semua proses pendaftaran harus dilengkapi persyaratan berikut. Yakni Salinan Angka Pengenal Impor (API), Salinan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Salinan Nomor Pelapor Wajib Pajak (NPWP). 


Setelah terdaftar di BPOM, barulah dimulai pendaftaran produk. Ini membutuhkan persiapan dokumen.


Di antaranya menyerahkan dan menerima notfikasi dari BPOM untuk setiap produk yang ingin didaftarkan. Lalu pembayaran kepada BPOM. 


Selanjutnya BPOM akan mengumpulkan pembayaran untuk setiap produk yang didaftarkan. Untuk notifikasi BPOM, BPOM akan mengeluarkan notifikasi dalam 2 minggu setelah mereka menerima pembayaran.


Pendaftaran memakan waktu sekitar 1,5 sampai 2 bulan. Pendaftaran produk akan berlaku hingga 3 tahun sebelum pembaharuan. 


Jadi menurut Ansar,  prosedur ini yang sulit dipenuhi para owner kosmetik ilegal.  Karena mereka pasti akan terbentur pada dokumen produk. Apalagi produk mereka tidak melalui uji lab.


"Kalaupun mereka bisa uji lab itu akan ditolak karena bahannya itu memang dominan merkuri. Pasti tidak lolos," ketus Ansar. 


Apresiasi Kapolda Sulsel


Ansar mengapresiasi Kapolda Sulsel Irjen Pol Nana Sudjana yang memberi atensi pada kasus peredaran kosmetik ilegal.  Menurutnya, komitmen kapolda memberi angin segar dalam menindaklanjuti kasus tersebut. 


"Kita salut dengan komitmen kapolda memberi atensi. Artinya beliau bisa menangkap keresahan di masyarakat," kata Ansar. 


Tinggal bagaimana instruksi kapolda ini direspons oleh Ditreskrimsus agar ada langkah konkret di lapangan. Penangkapan salah satu owner beberapa pekan lalu menurut Ansar bisa jadi pintu masuk.


"Saya yakin ini bisa dibongkar ke akar-akarnya. Karena owner-owner itu sudah terdeteksi. Tinggal ditindaklanjuti saja," ketusnya.(**)